Pernyataan Perhimpunan Merdeka untuk Mayday 2025
May Day adalah peringatan atas darah yang tumpah di jalan—oleh buruh yang melawan, oleh rakyat yang menolak tunduk. Dan hari ini, kita sedang melawan wajah baru dari kediktatoran lama.
Setiap 1 Mei, dunia mengenang perlawanan kelas pekerja terhadap penindasan dan penghisapan. Tapi di Indonesia, makna sejatinya terus dikaburkan. May Day dijinakkan jadi festival panggung hiburan, bagi-bagi kaos dan nasi kotak gratis, gerak jalan atau acara dialog untuk mendengar bacot pejabat pemerintahan. Meski sudah dijadikan hari libur, May Day dikebiri sebagai seremonial biasa yang menjauh dari esensinya.
Padahal May Day lahir dari kobaran api perjuangan buruh internasional, dari tubuh-tubuh yang diberondong peluru polisi, dari kepala-kepala yang digantung oleh algojo kapitalis, dan suara-suara serak yang ditindas penguasa.
Itulah mengapa semangat May Day, terutama untuk kondisi Indonesia dan dunia sekarang ini, selalu relevan dan perlu kita kobarkan terus.
Hari ini, kita hidup di ambang pintu kediktatoran militerisme baru. Wajah baru kediktatoran lama. Bukan lagi sekedar Dwi Fungsi tapi malahan multifungsi! Bayangkan saja, perwira aktif dan purnawirawan militer menjabat posisi sipil di BUMN, pengelolaan perkebunan rakyat diserahkan ke tangan militer, intel-intel disebar ke diskusi-diskusi mahasiswa, lalu kampusnya bekerja sama dengan militer untuk memiliterisasi kurikulum, hingga tentara-tentara dikerahkan ke ruang-ruang kelas mendikte anak-anak sekolah agar suka dengan makanan pembagian dari pemerintah!
Tidak berhenti di situ, kemandirian sosial ekonomi rakyat atas hidup dan penghidupannya dirampas. Kita dibuat sangat bergantung terhadap kekuatan militer dan setipis lapisan elit Indonesia.
Yang menjadi korban pertama dan paling brutal tentulah kelas pekerja! Pabrik-pabrik dijaga dengan senapan, unjuk rasa dibungkam dengan tembakan dan gas airmata, orang-orang kritis diseret ke ruang interogasi atau di-doxing di ruang publik. Militerisme bukan hanya ancaman fisik, tapi juga sampai ke anggaran publik, dengan mengalihkan dana dari jaminan sosial, pendidikan, dan kesehatan kita untuk belanja senjata dan proyek-proyek infrastruktur yang hanya menguntungkan para oligarki.
Bila kita abai dan mewajarkan gejala-gejala ini, hidup kita bakalan jauh lebih berantakan. Mei sebagai Bulan Perlawanan, yang menandai perlawanan kaum pekerja dan mahasiswa, dan momen penjungkalan diktator Soeharto, harus menjadi gelombang baru untuk membangun perjuangan yang lebih hebat.
Tapi perjuangan yang hebat dan kemenangan yang sejati tidak akan dibawa oleh Ratu Adil atau Messiah, berbentuk aktivis populer, tokoh intelektual, maupun partai politik.
Karena itu kita tidak bisa menunggu dan berdiri di pinggir jalan. Karena keterlibatan langsung dalam perjuangan sosial adalah satu-satunya jalan: berada di tengah rakyat, membaur dalam perjuangan kelas, dan membangun kekuatan otonom yang berpijak pada demokrasi sejati dan aksi langsung!
Tak bosan-bosannya kami menyerukan : organisir tempat kerjamu, organisir komunitas dan tempat tinggalmu, organisir kampus dan sekolahmu, organisir teman-teman seprofesimu, kawan-kawan sehobimu, tongkronganmu, semuanya, untuk menjadi kekuatan yang otonom dan bebas. Hanya bermodal itu kita bisa memukul mundur militerisme dan kapitalisme.
Dan lebih dari sebelumnya, kita butuh wadah revolusioner yang terhubung dengan denyut kehidupan rakyat pekerja, yang tak hanya menolak kekuasaan negara dan kapitalisme, tapi juga membangun alternatif sejati: kekuasaan rakyat yang sesungguhnya, yang lahir dan berakar benar-benar dari bawah!
Lawan Neo-Orba
Lawan Militerisme
Bangun Kekuasaan Rakyat melalui dewan-dewan rakyat berbasis demokrasi langsung!
Selamat Hari Buruh! Panjang umur Anarki!